Berbagi Cerita Suka & Duka Program Toilet Training (1)
Toilet training, lagi-lagi kami highlight dalam sebuah artikel, karena memang begitu pentingnya tahapan ini dalam proses tumbuh-kembang si Kecil. Ini terkait dengan perubahan kebiasaan dalam melakukan BAK dan BAB. Ternyata para Bunda rata-rata menemui kendala dan berbagai permasalahan dalam menerapkan program ini ke si Kecil.
Untuk itulah, kali ini kami akan membahas sebuah wadah dalam bentuk komunitas, di mana di sini para Bunda bisa saling berbagi cerita pengalamannya dalam menjalankan program toilet training. Mereka bisa bertanya, menanggapi pertanyaan itu dengan apa yang telah dialami, menjawabnya sesuai pengetahuannya, atau sekadar sharing pengalaman unik lainnya.
Wadah ini berjuluk “Komunitas Toilet Training” yang berada di platorm social media Facebook. Komunitas ini merupakan tempat berbagi dan belajar, serta untuk mengajarkan si Kecil belajar pip-pup secara mandiri. Grup FB ini dibentuk pada awal Oktober 2021, dan saat ini sudah diramaikan oleh 619 anggota.
Cerita Suka & Duka Toilet Training
Sejumlah “curhat”, sharing, pertanyaan,dan tanggapan yang mencuat di grup FB Komunitas Toilet Training, antara lain sebagai berikut:
Bunda Ashura curhat:
Anak saya baru mulai toilet training di usia 3 tahun, dan baru berlangsung beberapa hari terakhir. Itu pun tidak full, karena menjelang malam saya pakaikan lagi diapers.
Kendalanya:
1. Anak tidak mau dibawa ke toilet atau kamar mandi. Belum apa-apa suka menangis kencang. Kalau setiap mau mandi atau sesudah mandi, biasanya mau untuk dituntun pipis terlebih dahulu. Tapi kalau diajak pipis (di luar waktu mandi) tidak mau.
2. Si anak sih bilang kalau pipis atau pup, tapi bilangnya sesudah kejadian pipis atau pup di celana, bukan sebelumnya.
Bunda Ashura juga menambahkan tanggapan dengan cerita sebagai berikut:
Anak saya awalnya menangis kencang setiap diajak ke toilet, tapi lama-lama mau juga, meski masih sering “drama”. Walau harus dibujuk-bujuk, anak belum bisa menunjukkan bahwa mau pipis, kalau bukan saya yang rajin mengajaknya pipis setiap beberapa jam sekali. Tapi sejauh ini lumayan, ada kemajuan, meski masih kadang mengompol juga.
Kalau pup masih agak susah dibawa ke toilet.Baru berhasil 2x saja. Minta doanya agar anak saya lama-lama menjadi pintar.
Saya “off” (stop toilet traning sementara) kalau saya sedang sakit, atau anak mungkin yang rada tidak enak badan. Saya tidak berani memaksa. Tapi kadang juga auto nekat. Karena musim hujan begini, cucian susah kering, Bund!
Bunda Nurni memberikan tanggapan dan saran, sebagai berikut:
Sebaiknya di-sounding setiap mau tidur, jauh hari sebelum program toilet training diterapkan. Alhamdulillah, anak saya mulai saya sounding sejak umur 15 bulan. Terus saat umur 17 bulan, saya belikan potty. Saya berikan contoh cara memakainya, dan dia mencobanya. Umur 18 bulan, dia sudah mau BAB di toilet. Umur 2 tahun sudah lepas clodi.
Bunda Desmalia juga menanggapi dan memberikan tips yang cukup panjang dan runtut, sebagai berikut:
Izin memberikan tips yang bisa diikhtiarkan, Bund.
Yang pertama, stok kesabaran dan doa Bunda harus selalu diisi ulang terus-menerus, karena proses TT (toilet training) itu bervariasi. Ada yang cepat, ada yang lama. Saya butuh waktu 2,5 tahun sampai anak benar-benar berhenti mengompol. Benar-benar up & down. Jadi jangan buru-buru berharap anak cepat berhasil.Kedua, saya sudah siapkan barang-barang menarik di WC/toilet, salah satunya dudukan closet (karena kami memakai closet duduk) yang bergambar kartun kesukaannya. Itu cukup ampuh untuk mengajaknya ke kamar mandi.
Ketiga, dialoglah setiap hari. Ya tentang Bunda suka kebersihan, nyaman kalau bersih dsb. Sampai kapan? Ya sampai berhasil. Entah kapan waktunya, bervariasi setiap anak.
Ke empat, perlu sounding terus-menerus untuk mengajak anak ke toilet di luar jam mandi. Semisal, "Dek, habis makan kita pipis dulu ya", "Dek, nanti sebelum kita ke minimarket, kita pipis dulu ya". Sounding, jangan dadakan.
Kelima, jika masih belum juga berhasil, maka kembali ke poin satu. Sebab anak juga masih belajar mengendalikan dirinya setelah selama 3 tahunan memakai popok terus. Untuk waktu malam, dulu saya langsung angkat saja anak ke kamar mandi, 1-2 kali, walau dia ngantuk-ngantuk, bahkan masih tidur.
Semangat ya, Bund, semoga dimudahkan!
Sementara ada curhatan dari Bunda Rifka, sebagai berikut:
Anak saya usianya 2 tahun 11 bulan. Saya baru benar-benar melatih dia untuk pup di toilet itu baru sekarang-sekarang juga. Anak saya masih belum keluar pup-nya kalau saya dudukkan di kloset maupun WC jongkok . Dia sudah bisa bilang kalau mau pup, tapi mintanya di pampers saja.
Bunda Inggrit juga curhat, sebagai berikut:
Anak saya takut kalau duduk di closet jongkok. Dia menangis dan marah. Dia takut tercebur, katanya. Jadi, saya bingung harus mulai dari mana. Sudah saya sounding setiap hari, tapi praktiknya tidak semudah realita. Anak saya usianya 2 tahun 8 bukan, belum bisa diajak kerjasama untuk pup di kloset. Jadi masih full memakai diapers. Apakah dia belum siap ya, Bund? Serba bingung. Kalau dipaksa, khawatir menimbulkan trauma nantinya.
Bunda Tyti pun mencurahkan pengalamannya, sebagai berikut:
Anak saya usia 2,5 tahun, sedang proses toilet training, sudah 3 hari. Kalau pipis di celana sedikit, terus saya bawa ke kamar mandi. Di kamar mandi tidak langsung pipis, dan kalau pipis itu sembari menangis dan ketakutan.
Gimana ya Bund, cara agar kalau pipis tidak ketakutan? Kalau diajak bicara, bisa mengerti, sih.
Wow, ternyata banyak sekali kendala yang Bunda alami saat menerapkan program toilet training, yang tercermin dari sejumlah curhatan para Bunda di Komunitas. Tapi demi tetap menjaga motivasi dan rasa optimistis Bunda dalam meluluskan si Kecil untuk bisa melakukan aktivitas toilet secara mandiri, maka kita sepakat mengganti istilah “kendala” menjadi “tantangan”. Ya, tantangan untuk ditaklukkan.
Masih ada sejumlah curhat, sharing pengalaman, tanggapan, saran tentang toilet training yang akan berlanjut di artikel selanjutnya. Ayo sukseskan program toilet training. Gabung ke komunitas dan saling berbagi cerita hingga tuntas.